Pasar Loak di Tengah Hunian Elite

Komunitas Pluit dan sekitarnya merupakan wilayah hunian kaum elite. Segala kebutuhan disediakan oleh banyaknya ruko maupun supermarket yang berdiri. Daya beli masyarakat yang tinggi memang ikut mendorong faktor tersebut.

Bagi anda yang sering melintasi jalan Pluit Selatan Raya Jakarta mungkin akan menampik kesan seperti di atas. Wilayah tersebut memang pengecualian, bagaimana tidak, di tempat itu berdiri lapak-lapak pedagang loakkan. Suatu jenis produk yang mungkin tidak pernah dilirik oleh orang yang berduit. Biasanya orang berkantong tebal lebih memilih produk baru dibandingkan yang bekas.

Pasar Loak Pluit Jakarta

Siang itu misalnya, puluhan orang berkendaraan motor memarkirkan kendaraannya di pinggir jalan, untuk sekedar melihat – lihat barang dagangan. Para pedagang umumnya menjajakan berbagai jenis benda, dari mulai jam dinding, lampu hias, kulkas, radio, T.V, hingga kloset bekas. Bagi pengunjung pasar loak, jika ada yang dirasa menarik atau dibutuhkan barulah membeli. Pembeliannya pun melalui proses tawar menawar.

Perihal hanya orang kecil yang mengunjungi tempat ini dibantah oleh salah satu pedagang bernama Ayumi. “Jangan salah mas, orang – orang kaya juga banyak yang mencari barang – barang loakkan ,” tuturnya. Uniknya ia memperoleh barang dagangan juga dari orang kaya tersebut. “Prinsipnya dari dia untuk dia juga,” cetus ayumi sambil tersenyum.

Ditambahkan Ayumi, ia memperoleh barang dagangan dari pemukiman sekitar. “Biasanya ada warga sekitar yang menjual barang, mereka datang langsung ke sini,” ujarnya. Identiknya pasar loak dengan barang haram juga di enyahkan Ayumi. Umumnya warga menjual karena kebutuhan, entah itu untuk ekonomi maupun ingin mengganti dengan barang baru.

“Kami nggak bakalan berani menjual barang seperti itu, karena selama ini antara pedagang pasar dengan pihak kepolisian terjalin suatu persahabatan,” ucap bapak satu anak ini. Bahkan dikatakannya ia kerap menerima barang – barang elektronik besar seperti kulkas, mesin, lemari atau televisi. Kalau itu barang curian, menurutnya orang yang membawa pasti sudah ‘habis.’

Berbelanja di pasar loak seluas 20 x 30 m ini menurut Ayumi sangat menguntungkan, sebab barang yang dijualnya harganya murah. Disamping itu kalau beruntung kita dapat memperoleh barang dengan kualitas bagus. Sebab barang yang dijualnya terkadang merupakan barang mahal.

Pria asal Serang ini menceritakan bahwa sebelumnya ia berdagang pakaian sisa ekspor di Pasar Senen. Namun roda nasib membawanya terdampar di Pluit Selatan. “Semenjak pakaian bekas impor dari luar negeri ramai di pasaran, bos kami yang pengusaha garmen ikut terkena dampaknya,” tandasnya. Ayumi pun mengaku ia baru berdagang loakkan selama 1 tahun. “Membuka usaha ini relatif kecil modalnya dibanding harus berdagang pakaian sisa ekspor,” kata pria berusia 35 tahun ini.

Ia mencontohkan bahwa kadang ada pelanggan yang menitipkan barang untuk dijualkan. “Tapi tak selamanya seperti itu, saya juga sering membeli barang setelah itu baru dijual kembali,” tambahnya. Selain orang yang menjual, Ayumi juga sering dimintai pesanan untuk mencari barang tertentu. Untuk itu bisnisnya lebih mengedepankan komunikasi, artinya telinga dan omongan harus tetap aktif.

Ayumi memulai aktivitasnya setiap pukul 07.00 hingga 18.00 WIB. Ditanya sukanya, ia senang jika memperoleh untung besar, sebaliknya saat dagangan tidak laku dan perburuan atas barang pesanan orang tidak didapat itu adalah duka. Menurutnya itu adalah seni dalam berdagang, yang penting adalah kesabaran.

Sumber: Bravo PMK

 

Pasar Loak di Tengah Hunian Elite Pluit

Recommended For You

About the Author: Lentera Bisnis

Wiraswata bebas yang nggak mau terikat ikut berbagi informasi pengetahuan bisnis berdasarkan pengalaman dan dari sumber terpercaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *