Hanya dengan modal uang dapur yang tak seberapa, akhirnya bisa bordir terus berkembang. Beberapa pekerja pun direkrut untuk membantu sekaligus dijadikan anak asuh.
Rumah di Jalan Solo 2, Menteng, Jakarta Pusat tampak lengang. Dari luar memang tak terlihat adanya kesibukan para perajin bordir. Padahal sejak pukul 8 pagi, di bagian belakang rumah asri yang dihuni Gartini Wisnu ini tiga perajin bordir dan juga penjahit sudah disibukkan dengan pesanan mukena dan kerajinan tangan lainnya.
Awalnya Gartini memulai bisnis ini dari pembuatan mukena karena susah cari mukena yang bagus. Perempuan berdarah Sunda itu, memulai bisnisnya sejak tahun 1995 dilatarbelakngi orangnya nggak bisa diam. Apalagi suami PNS, kalau istri nggak pinter-pinter cari penghasilan tambahan rasanya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Usahanya pun dibangun dengan modal uang “dapur” atau uang belanja.
Bermula dari membuat mukena, usahanya lambat laun berkembang. Ibu dua anak itu memperluas bisnisnya menjadi bisnis perlengkapan sholat seperti mukena, sajadah, tas Al Qur’an, dompet buku Yasin hingga perlengkapan rumah tangga seperti taplak meja, tempat tissue, sarung bantal, tempat ponsel, dll.
Kalau hanya buat mukena ramainya pada bulan puasa, Idul Fitri dan lebaran Haji. Sementara tukang bordir saja harus kerja. Akhirnya dikembangkan usaha lebih luas lagi,dengan membuat lebih dari 30 jenis kerajinan bordir ini.
Sentuhan bordir mendominasi kerajinan perlengkapan sholat dan rumah tangga yang dikelola Gartini. Bisnis bermodal uang “dapur” (belanja-red) ini pun kini diminati berbagai kalangan
Warna-wanra soft dan bordir halus menjadi ciri khas kerajinan yang dilabeli “Gartini’s Corner”. Begitu orang lihat warna syahdu dan bordir halus sudah tahu buatan Gartini Wisnu. Meski demikian Gartini tidak menutup kemungkinan membuat kerajinan dengan warna-warna terang, sesuai dengan keinginan pemesan.
Soal harga menurutnya sangat relatif. “Ada yang bilang mahal, tapi setelah tahu kualitasnya pembeli akan bilang ada harga, ada kualitas. Saya juga menerapkan harga yang fleksibel,”jelasnya. Yang dimaksud fleksibel yakni menyesuaikan budget pelanggan.
Ia tak pernah mematok harga untuk pemesanan dalam jumlah banyak. Biasanya Gartini akan menanyakan budget konsumen, dan membuat pesanan dengan bahan yang disesuiakan dengan anggaran. “Cara ini terbukti membuat kerajinan saya kini merambah berbagai kalangan,”jelasnya.
Urusan bahan baku, Gartini tak pernah menggunakan bahan impor. Ia lebih suka berburu bahan baku di Jakarta. Misalnya untuk mukena menggunakan bahan paris, dan katun. Untuk perlengkapan rumah tangga bahannya beragam dari organdi, blacu, katun, dll.
Agar tidak monoton, setiap bulan Gartini berusaha menggali kreatifitas dalam membuat model kerajinan baru. “Kadang saya sedih banyak yang meniru. Tetapi namanya bisnis kerajinan kalau nggak ditiru tidak ada tantangannya. Karena itulah saya selalu mencoba membuat kreasi-kreasi baru,”katanya semangat.
Tak heran demi mempertahankan kualitas dan model baru, Gartini rela bolak balik Jakarta – Tasik dan selalu mendampingi para perajin agar karya yang dihasilkan benar-benar cantik, halus dan berkualitas. Setidaknya ada 20 perajin tetap dan lepas yang mendukung bisnis Gartini yang sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.